Sabtu, 28 Desember 2013

Anas Urbaningrum: SBY dan Dinamika Politik Jelang 2014

Beberapa hari silam Pak SBY bertemu dengan Pak Prabowo dan Bang Yusril di istana. Tentu ini pertemuan penting. Boleh dikatakan bahwa ini adalah pertemuan politik paling penting di penghujung 2013. Tentu saja setelah pertemuan, baik Pak Prabowo maupun Bang Yusril menyampaikan hasil pertemuan kpd media. Pasti yg dibicarakan dan kemudian disampaikan kpd media adalah hal2 yg penting. Tdk mungkin kecengan. Juga bisa dipastikan bahwa tdk semua hal penting yg dibicarakan dlm pertemuan disampaikan kpd media.

Pertemuan Pak SBY dan Pak Prabowo mudah dipahami sbg upaya untuk mencetak kartu politik baru jelang 2014. Mengapa? Diam2 dan kadangkala terbuka, Pak SBY kecewa dengan koalisi politik yg dibangun tahun 2009. Bahkan secara internal (Demokrat) kekecewaan kpd partai2 koalisi, terutama Golkar dan PKS, sering disampaikan. Kekecewaan itu dimulai sejak Pansus Bank Century yg mengharu-biru akhir 2009-awal 2010. Skrg pun blm selesai.

Pansus Bank Century itu, dari sudut Pak SBY, dianggap sbg bentuk inkonsistensi berkoalisi. Inisiator Pansus bbrp adalah anggota DPR dari partai koalisi, selain dari partai non koalisi. Tdk perlu disebut namanya. Meskipun Pak SBY, Demokrat dan para pembantunya sdh bekerja ekstra-keras, tetapi pihak kontra-SBY yg menang. Bagaimana detilnya, liku2nya, serba-serbinya tidak akan dijelaskan di sini. Singkat cerita, Pak SBY-Demokrat kalah.

Koalisi telah "terluka" di usia yg sangat muda, di awal2 kerjasama pemerintahan periode 2009-2014. Setelah peristiwa yg "melukai" itu, Pak SBY berusaha keras melakukan konsolidasi koalisi. Hal yg harus dilakukan. Koalisi bongsor yg tdk terkonsolidasi bisa bikin repot. Pemerintahan bisa lamban dan gerakannya tdk lincah.

Secara internal ada ide untuk rampingkan koalisi. Ramping tapi sehat dan konsisten. Daripada besar tapi tdk solid. Tetapi Pak SBY tdk mau ambil resiko. Koalisi tetap dipertahankan, meski dng hati yg "terluka". Konsolidasi yg tanpa resiko itu bernama Sekretariat Gabungan alias Setgab : tempat berhimpun partai2 koalisi. Setgab dikomandani langsung Pak SBY. Ketua Harian dipercayakan kpd Bang Ical. Kantor "dipinjami" Djan Farid.

Setgab bukan penyeragaman. Identitas yg beragam dihargai. Tetapi hrs sama dan bersatu untuk hal2 strategis. Ringkas cerita Setgab awalnya berjalan cukup baik. Rajin rapat. Komunikasi politik jalan lumayan. Tetapi lama2 Setgab tetap kelihatan sbg "koalisi pelangi" yg nyata. Puncaknya adalah ketika voting interpelasi pajak. Kali ini, meski tdk didukung Golkar dan PKS, Demokrat dkk menang tipis. Hanya 2 suara (konon mestinya 1 suara).

Setgab lalu "diperbaiki" lagi strukturnya. Komitmen berkoalisi diperkuat dng teken "code of conduct". Kabinet juga "direkonsolidasi" dng cara "manis". PKS dikurangi kursinya, sama dengan Demokrat. Getir bagi Demokrat. Meski sdh diupayakan solid, tetap saja koalisi tdk solid. Yg paling baru adalah ketika DPR voting ttg Timwas Century. Hasil voting adalah kerja Timwas Century diperpanjang. Bahkan kali ini PAN pun beda dengan Demokrat.

Sejatinya yg kecewa bukan hanya Pak SBY dan Demokrat thd koalisi yg "tidak sejati". Partai2 juga cenderung tdk puas. Curhat para elit partai koalisi kadangkala terekspresikan adanya jarak antara harapan dan kenyataan. Kurang puas dalam berkoalisi ini wajar saja, krn memang pesertanya banyak dng kepentingan dan harapan masing2.

Meski memendam "luka", tetapi Pak SBY terlalu "sabar". Kuat kesan tdk berani bersikap tegas. Pakai rumus "zero-risk". Kpd internal Demokrat Pak SBY berkali2 tegaskan mau kasih sanksi kpd partai yg tdk konsisten. Tetapi tdk pernah terjadi. Terus terang hal tsb mjd "rasan-rasan" para kader PD di DPP dan Senayan. Ada pertanyaan ttg "keberanian". Saya tdk tahu apakah sanksi kpd partai yg dinilai tdk konsisten dilakukan dengan "cara lain", bukan cara politik. Apakah mungkin dengan cara lain? Ya mungkin saja. Presiden punya segala perangkat untuk itu, jika mau.

Jadi, pertemuan dgn Pak Prabowo tdk bisa dipisahkan dari konteks politik koalisi skrg yg "banyak luka-luka". Bukan hanya koalisi "penuh luka". Pak SBY juga sdg banyak pikiran dan beban. Malah bebannya makin berat. Skrg Pak SBY sbg Presiden sdg menghadapi gelombang ketidakpuasan publik yg makin terasa. Approval rating turun.

Sementara sbg Ketum Demokrat, Pak SBY tdk bisa memenuhi janji untuk dongkrak elektabilitas mjd 15 persen di akhir 2013. Alih-alih naik mjd 15 persen. Bahkan survei2 tunjukkan angka Demokrat justru makin merosot di bawah kepemimpinannya. Sementara sbg Kepala Keluarga Cikeas, pemberitaan ttg kasus2 hukum makin banyak menyerempet keluarga dan lingkarannya. Bahkan skrg ada guyonan : apapun kasusnya, arahnya ke Kelurahan juga. Seperti iklan teh botol. Wajar kalau kemudian Pak SBY khawatir dan kemudian ditunjuklah lawyer. "Dari khawatir lahirlah Palmer".

Itulah cuaca politik dan psikologis yg melingkupi pertemuan Pak SBY dng Pak Prabowo, antara angka 9 dan 08. Siapa tahu Pak SBY salah tulis angka 8 --kmd diralat mjd 9 tahun-- untuk tsunami Aceh, itu krn terkesan dng Pak Prabowo. Jelang 2014 tentu Pak SBY butuh bangun kerjasama politik baru. Untuk kelanjutan programnya dan keselamatan diri dan klrga.

Dgn angka elektabilitas Demokrat yg skrg, koalisi untuk bisa majukan capres-cawapres adalah keniscayaan. Tdk bisa tdk. Demikian halnya dgn Pak Prabowo. Butuh kawan berkoalisi. Gerindra tdk mudah tembus ambang batas presidensial. Dari berbagai survei, yg relatif bisa tembus treshold presidensial adalah PDIP. Mungkin juga Golkar jika tdk ada masalah. Jadi Pak SBY dan Pak Prabowo, PD dan Gerindra, sama2 ada hajat untuk buka rintisan kerjasama. Hal yg wajar dlm politik.

Bagi partai2 yg tdk tembus treshold presidensial, koalisi adalah jalan satu2nya untuk punya tiket dalam pilpres. Jika Gerindra dan Demokrat berjodoh nanti pada 2014, maka pasangan Prabowo-SBY layak dipertimbangkan. Bisa kuat. Saya menduga jika nanti 2014 Prabowo-SBY bertanding dng Megawati-Jokowi akan dimenangkan Prabowo-SBY. Apa Pak SBY mau berpasangan dgn Pak Prabowo atau sebaliknya dng pola Prabowo-SBY, saya tdk tahu. Yg pasti pasangan kuat.

Sbg kemungkinan politik, jgn apriori diterima dan ditolak. Ada baiknya disurvei, sambil tunggu hasil pileg April 2014. Yg saya yakin adalah kalau Pak SBY mau jadi cawapres, akan jadi yg paling favorit dan jadi rebutan para capres. Pasti ada yg tanya, konvensi tdk ada gunanya dong? Jelas ada gunanya : kerja naikkan Demokrat dan cari capres. Konvensi Demokrat adalah untuk mencari capres, bukan cawapres. Judulnya saja jelas : Konvensi Capres.

Para capres parpol lain pun akan mendapatkan manfaat politik jika berhasil meyakinkan dan menggandeng Pak SBY. Lalu, harap diingat bahwa skrg Bang Yusril sdg ajukan judicial review UU Pilpres. Yg diuji adalah ambang batas presidensial. Di luar PDIP dan (mungkin) Golkar, semua partai lbh aman tiketnya jika uji materi Bang Yusril dikabulkan oleh MK. Fakta elektabilitas Demokrat, Gerindra dan partai2 lain, belum aman tiketnya oleh treshold presidensial yg skrg. Artinya, jika uji materi Bang Yusril sukses, scr politik tdk hanya untungkan PBB. Demokrat dan partai2 lain juga trm manfaat. 

Apakah itu dibicarakan Pak SBY dengan Bang Yusril, saya tdk tahu. Silahkan tanya langsung kpd beliau2. Apakah ini ada kaitannya dng Bang Hamdan yg skrg mjd Ketua MK? Saya tdk tahu. Silahkan tanya atau analisis sendiri.  Apa juga ada kaitan dng Bang Patrialis yg diangkat Presiden mjd hakim Konstitusi? Saya tdk tahu. Silahkan tanya sendiri. Yg terakhir, apakah pertemuan2 ini ada kaitannya dng kemungkinan reshuffle kabinet? Tanyakan kpd Pak SBY. Jgn kpd Bunda Putri. Yg kita layak gembira adalah silaturrahim para tokoh bangsa tetap berjalan di tengah2 panasnya cuaca hukum dan politik. Jika skrg publik tahu Demokrat dan Gerindra akan koalisi, mungkin sebagian calon pemilih Gerindra akan bertanya2.